Kamis, 14 November 2013
HUKUM BEROBAT DENGAN NARKOBA
Karena kebetulan saya dapat tugas sekolah, dalam artikel terbaru saya ini, saya mau membahas tentang "hukum berobat dengan narkoba" . Dalam membuat artikel ini sebenarnya saya hanya melakukan copas alias copy paste dari beberapa beberapa blog.
1. ISLAM DAN KESEHATAN Islam memberi perhatian yang sangat serius terhadap kesehatan. Orang yang sehat dan kuat lebih utama daripada orang lemah dan sakit. المؤمن القوي خير وأحب الى الله من المؤمن الضعيف وفي كل خير Kesehatan merupakan sarana yang paling utama bagi manusia dalam melaksanakan tugas kehambaan dan kekhalifahannya di bumi. Islam melarang minuman khamr karena dianggap merusak kesehatan (QS. al-Baqarah: 219). يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا Puasa merupakan salah satu ibadah yang berdampak positif bagi kesehatan. صوموا تصحوا Islam juga memperhatikan kesehatan masyarakat luas. Rasul Saw. bersabda terkait tindakan preventif terhadap penularan suatu wabah: إذا سمعتم بالطاعون بأرض فلا تدخلوها، وإذا نزل وأنتم بأرض فلا تخرجوا منها
2. Hukum Berobat Dengan Benda Haram Dalam dunia medis sering ditemukan benda/barang haram menurut Islam, tapi ternyata kadang bisa menyembuhkan suatu penyakit. Daging paha kodok misalnya, sering "diresepkan" orang untuk anak yang sering sesak nafas dan asma. Sementara orang yang menderita diabetes akibat ketidakmampuan seseorang untuk memproduksi enzim insulin, harus disuntik dengan insulin yang berasal dari babi. Begitupula alkohol. Jumhur ulama sepakat bahwa berobat dengan khamar dan segala yang diharamkan oleh agama pada dasarnya adalah haram. Kesepakatan pendapat ini berlaku dalam keadaan yang memungkinkan ikhtiar (usaha), bukan dharurat (keterpaksaan). Dalilnya hadis Rasul Saw: عن أبي الدرداء رضي الله عنه ، قال : قال رسول الله ص م : ( إن الله أنزل الداء والدواء ، وجعل لكل داء دواء ، فتداووا ولا تتداووا بحرام ( عن ابن مسعود رضي الله عنه : " إن الله لم يجعل شفاءكم فيما حرَّم عليكم“ أن طارق بن سويد سأل النبي الخمر فنهى أو كره ان يصنعها ، فقال : إنما أصنعها للدواء ، فقال : ( إنه ليس بدواء ولكنه داء ( نهى رسول الله ص م عن الدواء الخبيث
3. Hukum Berobat Dengan Benda haram Penggunaan khamar sebagai obat, menurut ulama Hanafiyah tidak boleh, sebab Nabi dengan tegas melarangnya. Kondisi ini berlaku dalam keadaan normal, artinya masih ada obat-obat lain. DR. Wahbah Zuhaili menjelaskan bahwa ulama Hanafiyah memang tidak membolehkan berobat dengan khamar bila kemanjurannya hanya bersifat zhan. Namun bila diyakini melalui keterangan dokter bahwa khamar atau benda haram itu dapat menyembuhkan penyakit, maka penggunaannya untuk berobat dibolehkan. Contoh, jika seseorang tersumbat tenggorokan (ghusshah al-tha’am), maka ia boleh minum khamar bila tidak ada air, guna menghindari ancaman maut. Argumentasinya adalah melalui metode analogi (qiyas) terhadap kebolehan memakan bangkai, darah dan daging babi dalam keadaan terpaksa. Sayyid Sabiq berpendapat: khamr diperbolehkan manakala tidak ada obat lain yang halal. Manfaat khamr untuk kesehatan hendaknya diniatkan untuk pengobatan semata bukan untuk bersenang-senang, mengikuti hawa nafsu. Dalam keadaan dharurat, Islam memberi rukhshah kepada umatnya. Tentu saja keringanan itu tidak mudah diberikan, melainkan harus ada ‘illat dan sebab atau alasan yang kongkrit yang dapat diterima oleh akal. Ada kaidah fiqh: الحكم يدور مع علته وجودا وعدما Dalam keadaan dharurat, berlaku kaidah fiqh: الضرورة تبيح المحظورات المشقة تجلب التيسير
4. حكم التداوي بالحرام والنجس Ada perbedaan pendapat (khilafiyah) di kalangan ulama, mengenai hukum berobat (at-tad ā wi/al-mud ā wah) dengan benda najis dan haram. Termasuk dalam hal ini berobat dengan obat yang mengandung alkohol (etanol), sebab alkohol adalah haram dan najis. Ada yang mengharamkan, seperti Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah. Ada yang membolehkan seperti ulama Hanafiyah. Ada yang membolehkan dalam keadaan darurat, seperti Yusuf Al-Qaradhawi. Ada yang memakruhkannya, seperti Taqiyuddin al-Nabhani. Ada 2 kelompok hadits yang nampak bertentangan (ta’arudh). Di satu sisi, ada hadits-hadits yang melarang berobat dengan benda yang haram dan najis, misalnya hadis Rasul SAW riwayat Bukhari & Baihaqi). عن ابن مسعود رضي الله عنه : " إن الله لم يجعل شفاءكم فيما حرَّم عليكم“ Di sisi lain, ada hadits yang membolehkan berobat dengan benda najis dan haram. Misalnya dalam Sahih Bukhari, orang-orang suku 'Ukl dan Urainah datang ke kota Madinah menemui Nabi SAW lalu masuk Islam. Namun mereka kemudian sakit karena tidak cocok dengan makanan Madinah. Nabi Saw lalu memerintahkan mereka untuk meminum air susu unta dan air kencing unta...! Dalam hadits lain dari Anas r.a, Rasulullah Saw memberi keringanan (rukhsah) kepada Zubair bin Al-‘Awwam dan Abdurrahman bin Auf untuk memakai kain sutera karena menderita penyakit gatal-gatal. (HR Bukhari dan Muslim). Hadits ini membolehkan berobat dengan benda yang haram (dimanfaatkan), sebab sutera haram dipakai oleh laki-laki.
5. Metode Istinbath Berobat Dengan Benda haram Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berpendapat: Tidak boleh berobat dengan khamr dan barang haram yang lain. Sedangkan qiyas (analogi) yang dipakai dengan kebolehan memakan barang haram jika dalam keadaan terpaksa adalah qiyas yang keliru, قياس مع الفارق karena kesembuhan tidak memiliki suatu sebab tertentu yang pasti. Tidak seperti rasa kenyang yang memiliki sebab tertentu yang pasti. Karena ada orang yang disembuhkan Allah tanpa obat, dan ada yang disembuhkan oleh Allah dengan obat-obat dalam tubuh, baik yang halal maupun haram. Terkadang obat dipakai tapi tidak membawa kesembuhan, karena ada syarat yang tak terpenuhi atau adanya penghalang. Tidak seperti makan yang merupakan sebab rasa kenyang. Karenanya Allah membolehkan memakan barang haram bagi orang yang mudltor (terpaksa) ketika terpaksa oleh kelaparan, karena rasa laparnya hilang dengan makan dan tidak hilang dengan selain makan. Bahkan bisa mati atau sakit karena kelaparan. Karena (makan) adalah satu-satunya jalan untuk kenyang, Allah membolehkannya. Tidak seperti obat-obatan yg haram (bukan satu-satunya jalan untuk sembuh) Menurut Imam Taqiyuddin Al-Nabhani, dalam Al-Syakhshiyah Al-Islamiyah, berobat dengan benda yang najis/haram hukumnya makruh, bukan haram. Dalilnya: Pertama, hadis yang mengandung larangan (nahi) untuk berobat dengan sesuatu yang haram/najis. Kedua, hadis yang membolehkan berobat dengan sesuatu yang haram/najis. Beliau mencoba mengkompromikan (men-jama’) kedua kelompok hadits tsb. Kesimpulannya, tuntutan tersebut adalah tuntutan (thalab) yang tidak tegas (ghairu jazim), sehingga hukum syara’ yang diistinbath adalah makruh, bukan haram.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar